Organisasi primordial (kedaerahan) yang ada disetiap kampus diharapkan bisa menangkal gelombang arus budaya dari luar yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai kedaerahan. Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam Diskusi Publik di Aula Student Center, Kampus UIN Syarif Hidayatullah Ciputat, (17/05)
Seminar yang menjadi pembuka dalam acara Mahasiswa seribu desa (17-19 mei 2011) ini, membahas panjang lebar tentang bagaimana pentingnya menghidupkan nilai-nilai moral budaya daerah ditengah pengarah budaya global.
Seperti diungkapkan Hendri Yetus Siswono dari Sanggar Altar sebagai Salah satu pembicara, bahwa ditahun 2011 ini bangsa Indonesia tengah mengalami pasang surut perkembangan dengan segala dinamikanya mulai dari pembangunan ekonomi, politik, budaya, hukum dan perkembangan bahasa.
“Bebasnya informasi di negara ini telah menyebabkan kemerosotan moral, banyaknya masyarakat yang lebih meniru gaya barat dibanding mempertahankan budaya asli. Tentunya komunikasi antar organisasi primordial di kampus perlu diintensifkan untuk menggalang persatuan antar kedaerahan dikampus-kampus,” paparnya.
Pembicara lain dalam Diskusi Publik yang digelar dalam rangka 3 tahun Komunitas Lesehan Keboedajaan UIN Syarif Hidayatullah Ciputat (Kolekan), Anas Shafwan Khalid dari Komunitas Saung menjelaskan saat ini mahasiswa lebih tertarik dengan nilai-nilai pemersatu lainnya dibanding dengan budaya, seperti ajaran agama, ideologi politik, doktrin filsafat atau juga kemajuan tekhnologi yang justru melahirkan pemikiran yang tidak historis sesuai dengan budayanya.
“Budaya Bhineka Tunggal Ika yang ada saat ini juga sudah mulai luntur, sehingga kesadaran terhadap budaya lokal juga sudah mulai hilang. Padahal kesadaran ini sangat penting untuk menangkal serangan-serangan kebudayaan barat yang bisa merusak moral bangsa,” ungkap Anas.
Mahasiswa Seribu Desa
Acara dengan tema “mahasiswa seribu desa” yang diselenggarakan selama 3 hari ini, dinilai sangat penting untuk menghidupkan kembali nilai-nilai lokal yang lebih arif. Dan menguatkan rasa cinta serta kepedulian terhadap daerah masing-masing.
Salah satu panitia dan pendiri Kolekan, Fais menjelaskan di kampus UIN Syarif Hidayatullah sendiri ada sekitar 30 organisasi kedaerahan atau primordial. Beberapa organisasi yang turut serta dalam tampilan budaya pada acara “mahasiswa seribu desa” ini, antara lain seperti SIMPATI (Silaturrahmi Mahasiswa Pati), IMAPA (Ikatan Mahasiswa dan Pemuda Aceh Jakarta), IMC ( ikatan mahasiswa cilegon) dan banyak organisasi lain dari Tasikmalaya, demak, Madura.
Budaya lokal yang ditampilkan seperti tari saman dari Aceh, kedoger dan soto kauman dari Pati dan masih banyak lagi yang lain menunjukkan betapa kayanya budaya Indonesia. Sebagaimana dikatakan Ketua SIMPATI, Syaiful Ulum, bahwa “Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumberdaya alam dan juga suku budaya, tapi sepertinya pemerintah pusat maupun daerah tidak maksimal memanfaatkan dan memeliharanya. Sehingga tidak heran jika budaya lokal Indonesia semakin tergerus, terpinggirkan dan bahkan terlupakan”.
“Fenomena tersebut tampaknya tidak hanya diakibatkan dari internal, tapi juga dari luar yang berupaka semakin membabi butanya serangan budaya Barat yang cenderung sekularis dan hedonis”, tambah Ulum.
Mengenai organisasi Promordial yang ada di UIN Syahid Jakarta, Organisasi Daerah yang mempunyai jargon “Pati Bumi Mina Tani” ini, mengatakan “Semua organisasi primordial yang ada di UIN ini, kalau mau bekerja sama dan membuat acara semisal ini (mahasiswa seaibu Desa) dan lebih besar lagi pasti akan menarik dan saya rasa dapat menarik perhatian pemerintah”.
“tapi sayangnya, masing-masing organisasi memiliki kesibukan sendiri, begitu juga para mahasiswanya yang mungkin banyak kesibukan dari tugas kampus” lanjut mahasiswa fakultas Syari’ah dan hukum ini.
Hal ini senada dengan Fais yang mengatakan begitu ampuhnya organisasi primordial dalam menangkal serangan-serangan budaya barat maupun organisasi seperti NII. Alhasil, acara ini patut mendapat apresiasi dan sangat perlu didukung berbagai pihak termasuk Universitas setempat.
Oleh : Anwar Muhammad
0 komentar:
Posting Komentar