Minggu, 15 Mei 2011

Open Mind & Ijtihad

Sederhana saja.

Sekedar membuka pikiran secara utuh, terima penuh segalanya tanpa memilah, ambil semua tanpa menolak. Tidak perlu takut, tidak perlu menutup mata-telinga terhadap wacana-wacana yang selalu bermunculan. Tidak perlu mengingkari fitrah manusia yang selalu ingin tahu (Want to know) searah dengan keinginan untuk terkuaknya kebenaran (Wan to truth).

Tak terlalu ekstrim sebenarnya, maksud dari "OPEN MIND" ini. Membuka pikiran terhadap segala wacana yang mungkin, tidak lantas berarti menyetujui bukan? Membuka pikiran terhadap segala sebagai khazanah ilmiah, sebagai pendewasaan dan kematangan diri dengan memperkaya diri akan keilmuan, entah darimanapun berasal tidak menjadi masalah. Bahkan penting untuk mengetahui banyak hal yang saling berbeda dan kontroversial, sebagai penghindaran dari bertambahnya manusia ekstrimis di muka bumi karena menurut pendapat Said Aqil Siradj, sikap ekstrim itu muncul dari kurangnya akan wawasan, bacaan yang luas dan kajian ilmu yang mendalam. Karena dengan hal-hal itu memunculkan keterbiasaan terhadap perbedaan pendapat dan terbiasa dengan dialog rasional.

Tapi masalahnya adalah ketika wacana mulai dipraktekkan, tentu harus memiliki prinsip sebagai pertimbangan yang mendalam. Prinsip itu yang nantinya dapat menyaring segala input wacana-wacana dan pemikiran. Menghasilkan praktek sikap setuju dan tidak setuju.
Fitrah manusia yang selalu ingin tahu demi terkuaknya kebenaran seharusnya tersalurkan. Entah kebenaran bahwa suatu hal itu benar maupun kebenaran bahwa suatu hal itu salah. Kebenaran yang relatif.

Kebenaran tunggal yang pasti, kebenaran Tuhan. Tidak ada kontroversi terhadap hal ini. Tapi kebenaran yang membumi di kalangan manusia, di sinilah letak perbedaan. Kebenaran ini bersifat parsial, terbagi-bagi pada banyak hal. Kebenaran ini tidak menjadi monopoli pada satu hal saja. Karena itu tidak mungkin, mengingat kembali adanya kebenaran tunggal hanya milik Tuhan yang tidak akan diketahui oleh siapapun juga secara pasti, selagi dia masih sesosok makhluk. “Jika aku benar, tidak menutup kemungkinan untuk salah. Jika kalian salah, tidak menutup kemungkinan untuk benar,” satiran dari ucapan Imam Syafi’i.

Lalu upaya pemprosesan dari segala wacana yang masuk melalui proses awal open mind yang diuraikan di atas, untuk mencapai suatu kebenaran (bagi akal yang memproses), itulah ijtihad –dalam arti luas-. Dan frekuensi dari adanya Ijtihad inilah yang mengikat cepat-lambat dan maju-mundurnya perubahan dan pembaharuan, tentunya dua hal ini yang selalu diimpikan seluruh manusia yang menginginkan kebaikan menyeluruh.

Mengingat watak dasar masyarakat manusia yang berwatak dinamis dan tidak berkarakter statis, maka ijtihad adalah upaya mengantisipasi tantangan-tantangan baru yang terus menerus dimunculkan oleh sifat evolusioner kehidupan. Bahkan muhammad Iqbal menambahkan, “dengan demikian satu persatu energi potensional manusia terurai dan pada gilirannya, menghasilkan peningkatan kualitas hidup, menuju pencapaian maksud pencipataan.”

Lantas, Bagaimana menurut anda?


Dikutip dari catatan Moham Fahdi


0 komentar:

Posting Komentar