Senin, 23 Juli 2012

Puasa dan Spirit Antikorupsi


Umat Islam di seluruh dunia patut bergembira karena bulan Ramadan telah tiba. Ibadah puasa mengajak umat untuk kembali pada sumber spiritualitas yang tak pernah kering menuju jati diri dan jiwa yang suci (fitrah). Secara sederhana, puasa diartikan menahan diri dari segala perbuatan yang bisa membatalkannya, mulai dari terbit sampai terbenam matahari.

Tahap spiritualitas ibadah puasa akan dicapai melalui disiplin diri yang ketat selama satu bulan penuh, menahan lapar, haus, dan tidak melakukan hubungan suami-istri pada siang hari. Esensi puasa sebenarnya menahan nafsu yang kerap mendatangkan bencana di muka bumi ini. Dalam kehidupan sosial-kenegaraan, nafsu tersebut menjelma dalam bentuk seperti korupsi dan suap. Seperti kata Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, bahaya yang mengancam Indonesia saat ini adalah penyakit korupsi.

Jalan Kejujuran
Karena itu, spirit ibadah puasa harus dijadikan manusia untuk bisa mengendalikan nafsu korup, tamak, dan serakah sebab puncak pencapaian kualitas pribadi seorang muttaqi (orang bertakwa) tidaklah instan karena melalui proses panjang yang intens sebulan penuh mendisiplinkan diri siang-malam.

Tentu saja, pelajaran penting dari puasa adalah soal kejujuran. Manusia tidak mungkin akan bisa menjalankan ibadah puasa tanpa sebuah kejujuran yang hakiki. Umat bisa berbohong kepada sesama, masyarakat, dan negara, tapi tidak kepada Tuhan. Bisa saja orang mengatakan puasa, padahal tidak.

Karena itulah, puasa merupakan ibadah yang sangat pribadi. Artinya tidak ada orang lain yang mengetahui. Juga tidak perlu orang lain tahu kita berpuasa atau tidak, kecuali Allah sendiri. Meskipun tidak seorang pun mengetahui kita sedang berpuasa, Tuhan melihat. Di sinilah puasa melatih manusia untuk bersikap jujur.

Lebih dari itu, puasa juga mengajarkan manusia untuk berlaku disiplin, menumbuhkan sensitivitas sosial, rendah hati, mengabdi pada ketulusan dan kebersamaan. Puasa menjauhkan orang dari korupsi. Lantas, bagaimana kaitan puasa dengan pemberantasan korupsi?

Jenis Korupsi
Secara sederhana, korupsi adalah perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dan merugikan keuangan negara. Syed Hussein Alatas dalam bukunya The Sosiologi of Corruption mengatakan, korupsi adalah sebuah penyalahgunaan kepercayaan untuk kepentingan pribadi atau pencurian melalui penipuan dalam situasi yang mengkhianati kepercayaan.

Ditinjau dari motifnya, menurut penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi, Abdullah Hehamahua, ada empat jenis korupsi, yaitu korupsi karena kebutuhan, serakah, peluang, dan telanjang. Korupsi karena kebutuhan biasanya dilakukan seseorang karena kepepet dan kebutuhan terus bertambah, sementara pemasukan tidak meningkat. Orang seperti ini biasanya memiliki watak pemalas dan ingin selalu instan dalam mendapat sesuatu.

Korupsi karena serakah terjadi karena orang selalu tidak cukup. Dalam bahasa Th omas Hobbes, watak rakus dan "serigala" telah bersemayam dalam dirinya. Secara populer, Hobbes menyebutnya homo homoni lupus, manusia adalah serigala bagi lainnya. Korupsi karena peluang biasanya dilakukan seseorang yang memiliki kedudukan dan wewenang. Korupsi model ini kerap dilakukan oleh pejabat pemerintah. Mereka memanfaatkan jabatan untuk memperkaya diri dengan cara memanipulasi data dan seterusnya.

Korupsi secara telanjang ini banyak macamnya. Dalam skala yang besar, bisa dilihat pada kebijakankebijakan pemerintah yang tidak mewaliki rakyat (pro-rakyat), sementara dalam lingkup yang kecil, terjadi pada korupsi waktu. Contoh, para pejabat bolos dan telat ataupun para pegawai negeri sipil yang sekadar mengisi daftar presensi dalam bekerja. Korupsi telanjang inilah yang justru paling banyak di Indonesia.

Dari penjelasan tadi terlihat bahwa korupsi merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa. Korupsi merupakan bentuk kejahatan. Modusnya kadang-kadang sangat terang dan kasar tidak lagi malumalu. Korupsi berdampak mematikan karena rakyat kehilangan kesempatan menikmati hak dan kesejahteraan. Korupsi menjadi kejahatan konkret. Sebagai kejahatan yang sistematis, tidak mudah memberantas korupsi. Ramadan harus menjadi momentum menyadarkan koruptor yang kebanyakan orang cerdik pandai. Maka, selain lewat pendekatan hukum, pemberantasannya juga perlu jalur lain seperti pendidikan moral dan penguatan spiritual. Salah satunya adalah memanfaatkan momen ibadah puasa ini.

Spirit Antikorupsi
Tujuan penting puasa supaya manusia kembali ke alam spiritual, mengingat Tuhannya, sehingga terjadi transformasi dalam diri menuju ke arah yang lebih baik. Karena itu, dalam puasa, manusia harus meninggalkan segala macam bentuk perkataan dan perbuatan buruk termasuk korupsi.

Tidak ada artinya berpuasa, tapi (tetap) korup. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, "Barang siapa berpuasa tapi tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan buruk, sesungguhnya Allah tidak memunyai persoalan apa pun untuk menyia-nyiakan puasanya." (Al-Hadis).

Dengan kata lain, ibadah puasa sesungguhnya bisa menumbuhkan spirit pemberantasan korupsi. Sebagai ilustrasi, dalam momen Ramadan ini, para penegak hukum bisa berpuasa dari korupsi dengan menegakkan aturan hukum seadil-adilnya dan sejujur-jujurnya, sementara pemerintah bisa melakukan puasa korupsi dengan men jalankan program prorakyat. Adapun masyarakat luas bisa berpuasa dari korupsi dengan meninggalkan budayabudaya koruptif di segala bentuknya.

Seperti kata sarjana Al-Azhar Cairo Mesir, Hasibullah Satrawi, dalam Puasa dan Pemberantasan Korupsi, sesuai dengan hadis Nabi Muhammad Saw, bulan puasa dibagi ke dalam tiga fase penting. Sepuluh hari pertama disebut fase rahmat, sebagai masa-masa awal.

Dalam segala hal, banyak orang yang justru tergelincir pada masa-masa awal, bahkan tidak sedikit yang tetap melakukan kebiasaan lamanya yang buruk. Karenanya, Tuhan membuka pintu rahmat selebar-lebarnya atas segala jenis kesalahan yang terjadi pada masa-masa awal menjalankan ibadah puasa.

Sementara sepuluh hari kedua sebagai fase ampunan, saat emas bagi mereka yang berpuasa untuk memperbaiki dan menyempurnakan kekurangan atau kesalahan sebelumnya. Sehingga grafik kebaikan mereka yang berpuasa terus meningkat dari waktu ke waktu hingga ibadah ini selesai. Adapun sepuluh hari terakhir itu fase keselamatan dari api neraka.

Pada umumnya mereka yang berpuasa dianjurkan untuk lebih meningkatkan lagi segala macam kebaikan pada fase ini. Di sini manusia sudah menginjak masa-masa penyucian diri. Ibarat kepompong, ia sudah hampir menjadi kupu-kupu yang indah. Puasa tahun ini harus benar-benar menjadi latihan berharga untuk mewujudkan insan yang jujur dan jauh dari perilaku koruptif.

Oleh : Ali Rif'an
Selengkapnya...