Jumat, 07 Mei 2010

KEMANDIRIAN EKONOMI UNTUK MENEGAKKAN KEDAULATAN BANGSA * oleh : Marzuki usman **

KEMANDIRIAN EKONOMI UNTUK MENEGAKKAN
KEDAULATAN BANGSA
Oleh: Marzuki Usman


I. LATAR BELAKANG
Bangsa yang berdaulat adalah bangsa yang dianggap dan diperhitungkan oleh bangsa-bangsa sedunia. Bangsa ini dihargai karena negaranya kuat, kaya dan rakyatnya kaya dan pandai. Biasanya urut-urutannya dimulai dari rakyat yang kaya, mereka menjadi pandai, dan kuat, sehingga akhirnya melahirkan bangsa yang kaya, pandai dan kuat.

Dari sudut pandangan ekonomi, bangsa dan negara yang berdaulat itu sektor riilnya (supply side of the economy) adalah solid dan kuat. Ibaratnya kue ulang tahun, kuenya itu tebal. Karena sektor riilnya kuat (kuenya tebal) dan sektor permintaannya (demand side of the economy) yaitu meliputi sektor fiskal, moneter dan perdagangan internasional juga solid dan kuat.

Negara seperti ini jika dilanda krisis ekonomi, dengan cepat akan pulih kembali. Kenapa ? Karena rakyat sudah kaya, pandai dan kuat, sehingga meskipun sektor demand nya ludas (ornamentnya hancur), dalam waktu cepat bisa pulih kembali.

Inilah yang terjadi di Korea Selatan, Taiwan dan Thailand. Karena sektor riilnya kuat, mereka dengan cepat bisa pulih kembali. Sementera itu Indonesia, karena sektor riilnya lemah, kuenya tipis, ketika krisis ekonomi menerpa Indonesia, maka memerlukan waktu yang lama untuk pulih kembali, bahkan berkembang menjadi krisis total.

Negara yang kuat dan berdaulat itu, memiliki kemandirian ekonomi dalam arti mereka hidup dari sektor-sektor yang memiliki keuntungan absolut (absolute advantage), keuntungan comperative (comparative advatage), dan keuntungan competitive (competitive advantage)! Negara-negara seperti ini memiliki ciri khusus dari kekuatan ekonominya. Mereka tidak hidup diluar batas kemampuan (They are not living beyond their own means). Boleh berhutang, tetapi harus sanggup membayar kembali. Boleh mengimpor, asal sanggup membayar devisanya. Mereka menciptakan iklim sedemikian rupa sehingga membuat investor sedunia tertarik untuk berinvestasi kesitu.

Makalah singkat ini ingin memberi jawaban terhadap pertanyaan, kemandirian ekonomi yang seperti apa yang ingin dicapai untuk dapat menegakkan kedaulatan bangsa Indonesia di arena dunia. Kemandirian ekonomi tidak boleh dibaca dengan menutup diri terhadap dunia luar (rumah tangga tertutup = autarky). Kemandirian yang seperti ini malah menyebabkan ekonomi yang semakin mengkrut dan menghasilkan tingkat kemakmuran yang semakin memburuk. Kemandirian ekonomi itu, berarti ekonomi Indonesia bertumpu kepada kekuatan yang khas Indonesia sehingga menjadi negara yang kaya dan kuat. Dengan demikian meskipun nanti ditahun 2020 Indonesia memasuki era globalisasi, bangsa Indonesia akan mengisi dunia dan bukan sebaliknya dunia mengisi Indonesia.

II. Sektor–Sektor Apa Yang Dapat Menopang Kemandirian Ekonomi Indonesia
Untuk mencari sektor-sektor mana yang dapat diandalkan untuk menopang kemandirian ekonomi Indonesia maka ukuran yang dipakai ialah keuntungan absolut (absolut advantage), keuntungan comparative (comparative advantage) dan keuntungan competitive (competitive advantage). Indonesia oleh Allah dikaruniai sumber daya alam yang melimpah ruah, bersifat asli, lokal, dan unik. Dalam beberapa hal tertentu beberapa spesi tertentu hanya terdapat di tempat tertentu di Indonesia. Sektor-sektor berikut ini akan dapat merangsang ekonomi Indonesia menuju kepada penegakan Kedaulatan Bangsa. Sektor-sektor itu adalah sebagai berikut :
1. Sektor I, meliputi sektor pertanian, perkebunan, perternakan, kehutanan, perikanan dan kelautan. Saya menaruh reserve terhadap pertambangan terutama yang bersifat open-pit seperti pada tambang batu bara yang sifatnya membahayakan alam dan lingkungan.
2. Sektor II, industri yang merupakan pengolahan lebih jauh hasil-hasil dari produk sektor l.
3. Sektor III, pariwisata, seni dan budaya
4. Sektor IV, Bioteknologi

Di keempat sektor ini diperlukan investasi yang relatif kecil sehingga berlaku hukum 20 – 80. Artinya bekerja 20 menikmati hasil 80, dan bukan sebaliknya.

Ironinya selama hampir empat dekade yang lalu, keempat sektor ini terabaikan. Akibatnya, semestinya rakyat bisa kaya tetapi kenyataannya rakyat miskin bertambah banyak. Dibeberapa daerah, di desa seperti di Cilegon, tidak jauh dari proyek-proyek bernilai trilyunan rupiah (Krakatau Steel, Chandra Asri) masih ada petani dan nelayan yang hidup seperti di zaman Saija’ dan Adinda. Di dalam kota, seperti di Jakarta banyak sekali saudara – saudara kita yang miskin yang tinggal di kawasan KUMIS (kumuh dan miskin). Di kawasan ini untuk satu RT, 900 jiwa, WC cuma dua, kamar mandi dengan sumur timba cuma dua, kondisi rumah atap ketemu atap, dan ada gang senggol. Karena saking sempitnya sering senggol-senggolan dan menghasilkan banyak anak senggol-senggolan, (di Jakarta ada sekitar 500.000 jiwa). Pertanyaannya kenapa banyak sekali orang miskin?

Saya pribadi setelah merenung secara mendalam dan ketemu jawabannya bahwa :
1. Sistem kehidupan berbangsa dan bernegara kita, selama ini penuh dengan kesyirikan. Kita men – Ilahkan yang lain dari Allah. Kalau kita percaya ada hal-hal yang sakti itu memikili roh maka secara bodoh kita telah mempraktekkan kesyirikan. Marilah kita bertaubat dan minta ampun kepada Allah SWT.

2. Kita lebih mengutamakan konsep kesejahteraan dan bukan konsep kekayaan. Sejahtera konsep yang tidak jelas. Kaya, setiap rakyat mengerti.

3. Sistim kita dholim dan kufur nikmat. Hak milik pribadi di gagahi dan kita ingkar nikmat. Apakah adil seseorang menggali di tanahnya sendiri, ketika menemukan berlian, itu diambil oleh negara dan yang bersangkutan diusir dan hanya diberi ganti rugi senilai NJOP tanah yang bersangkutan.

4. Negara/pemerintah tidak pernah memberi tanah kepada petani, kecuali transmigran yang relatif tidak membuat kaya. Di negara – negara yang kaya, petani / rakyat di beri modal tanah sehingga bisa menjadi kaya. Lihatlah praktek yang terjadi di Amerika Serikat, Kanada, Taiwan, Korea Selatan dan sekarang RRC, petani diberi tanah meskipun masih hak guna usaha.

5. Praktek in efficiency dan mubazir meraja lela. Candi Borobudur yang semestinya dapat menghasilkan devisa, tetapi karena ummat Budha tidak boleh beribadat di candi itu, maka hal ini menghilangkan hasrat mereka untuk berziarah. Padahal di dunia ini ada 2 milyar ummat Budha.

III. HIJRAH (CHANGE)

Dalam usaha untuk memandirikan ekonomi Indonesia, maka dalam sidang MPR 2004 kita perlu hijrah (change) yaitu :
1. Hijrah dari konsep sejahtera menjadi konsep kaya. Tujuan kemerdekaan adalah untuk mengkayakan rakyat dan bukan untuk mensejahterakan rakyat.

2. Hijrah dari hak milik pribadi di gagahi (pasal 33 ayat 3, UUD 1945), menjadi hak milik pribadi sepenuhnya di lindungi oleh negara

3. Undang-undang agraria di amendir sehingga pemilikan tanah diluar Jawa boleh lebih dari 5 Ha, dan tanah-tanah di luar Jawa di bagi habis. Penduduk asli dapat duluan, dan lebihnya di alokasikan ke penduduk Jawa.

4. Undang-undang tentang candi Borobudur, di amendir sehingga ummat Budha boleh beribadat di Candi.

5. Dikeluarkan undang-undang perlindungan saksi, sehingga mereka yang bersaksi di lindungi oleh Undang-undang.

6. Sistem peradilan dirubah menjadi sistem juri dan keputusan peradilan berlaku menjadi undang-undang.

Adanya perubahan mendasar ini akan berakibat ekonomi Indonesia akan mandiri dan terpadu. Hijrah kehidupan berbangsa dan bernegara dari :
• Miskin menjadi kaya
• Bodoh menjadi pandai
• Dholim menjadi adil
• Letoy menjadi bangkit

Pada gilirannya bangsa dan rakyat yang kaya, pandai, adil, dan bangkit akan menjadi bangsa yang berdaulat dan dipandang oleh bangsa-bangsa lain di dunia.


Jakarta, 30 Maret 2008

* Disampaikan pada: Dialog Publik ”REVITALISASI PERAN INDUSTRI DAN UKM DALAM PEREKONOMIAN NASIONAL” SIMPATI (Silaturrahmi Mahasiswa Pati Jakarta) Rabu, 02 April 2008 Pendopo Kabupaten Pati Jawa Tengah
** Ketua Dewan Penasehat ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia)




0 komentar:

Posting Komentar