Oleh: Ali Rif'an**
Ada
sesuatu yang fenomenal ketika berbicara partai politik saat ini, yakni
tentang mencuatnya Partai NasDem. Partai yang baru tujuh bulan berdiri
itu—bahkan belum disahkan KPU—tiba-tiba menduduki empat besar dalam
survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) pertengahan Maret 2012 lalu.
Peringkat
pertama diduduki Golkar (17,7%), disusul PDIP (13,6%), Demokrat
(13,4%), dan Partai NasDem (5,9%). Di bawahnya, PKB (5,3%), PPP (5,3%),
PKS (4,2%), Gerindra (3,7%), PAN (2,7%), Hanura (0,9%), dan Partai
Nasional Republik (0,5%). Responden yang memilih partai lain-lain (3,5%)
dan belum tahu (23,4%).
Mengapa partai besutan Surya
Paloh itu tiba-tiba memperoleh dukungan cukup fantastis, bahkan
mengungguli partai yang sempat fenomenal sebelumnya, yakni PKS dan
Gerindra? Seorang lawan politik pasti akan menjawab dengan cibiran:
Partai NasDem besar karena didukung iklan media yang besar serta
sokongan dana yang kuat.
Cibiran seperti itu sah-sah saja.
Tapi jika diamati lebih jernih, ada beberapa alasan penting yang
menyebabkan Partai NasDem meraih banyak dukungan. Pertama, NasDem hadir
di saat partai-partai pendahulunya (baca: partai lama) sedang disandera
berbagai masalah. Dengan begitu, simpati masyarakat terhadap
partai-partai lama beralih ke partai baru sebagai bentuk harapan. Partai
baru identik dengan semangat baru. Semangat baru, tulis Eric Fromm
(1996), adalah cermin adanya harapan.
Animo Anak Muda
Kedua,
dari hasil survei LSI, terlihat bahwa 75% pemilih NasDem merupakan
orang muda yang belum pernah memilih. Ini artinya, NasDem menjadi partai
harapan anak-anak muda. Terbukti misalnya, ketika NasDem membuat
gerakan sayap—atau tulang punggung partai— seperti Liga Mahasiswa NasDem
(LMN), antusiasme dan animo para mahasiswa begitu tinggi. Diprediksi,
NasDem akan menjadi ruang bagi mereka yang masih gundah menentukan
pilihannya, atau yang tahun lalu golput.
Ketiga,
ketidakjelasan ideologi partai saat ini menjadikan NasDem sebagai partai
alternatif. Lihat saja, ideologi partai satu dengan lainnya tak ada
perbedaan yang signifikan. Hal ini berbeda, misalnya, dengan keberadaan
dua partai besar di Amerika Serikat: Demokrat dan Republik. Perbedaan
ideologinya sangat menonjol, yakni antara liberal dan konservatif.
Kini
banyak partai yang justru hanyut dalam politik pragmatis. Partai
dibentuk semata-mata hanya untuk mengejar kekuasaan sehingga mengabaikan
kepentingan publik yang mestinya diperjuangkan. Lihat saja sekarang,
koalisi dibentuk bukan berdasarkan fatsun ideologi, melainkan
transaksional kekuasaan—bagi-bagi kursi menteri.
Padahal,
seperti diungkapkan Ramlan Surbakti (1992), ada dua alasan yang
melatarbelakangi terbentuknya parpol. Pertama, parpol dibentuk akibat
terjadinya transisi yang berakibat pada krisis legitimasi, integrasi,
dan partisipasi. Partai berfungsi mengatasi kebuntuan partisipasi dan
interaksi di masyarakat. Kedua, parpol dibentuk atas dasar kebutuhan
terhadap perubahan modernisasi sosial dan ekonomi.
Sebagai
pilar utama demokrasi, parpol memiliki peranan penting dalam mengemban
cita-cita bangsa. Parpol dapat menjadi wadah serta ruang untuk penampung
aspirasi rakyat yang berorientasi pada kesejahteraan dan kemakmuran.
Namun di sisi lain, parpol juga bisa menjadi sesuatu yang absurd serta
menjadi penghambat pembangunan bangsa jika dinahkodai orang-orang yang
salah (Firman Subagyo, 2009). Ibarat pedang bermata dua: parpol bisa
menjadi pemecah masalah, tapi juga dapat mendatangkan masalah.
Fungsi Ideal
Tentu
saja, sebagai partai baru, NasDem digadang-gadang bisa menjadi harapan
baru di tengah menurunnya elektabilitas partai politik sekarang. NasDem
diharapkan mampu mewujudkan fungsi ideal sebuah partai politik.
Kini
masyarakat berharap Partai NasDem hadir sebagai oase yang mampu memberi
kesejukan di tengah belantara perpolitikan nasional yang pekat dengan
aroma uang dan pragmatisme. Karena diprediksi, pencapaian NasDem yang
saat ini dianggap jauh melebihi prestasi Demokrat pada Pemilu 2004
berpeluang besar memiliki dukungan tinggi dalam Pemilu 2014.
Sebagai
perbandingan, Partai Demokrat misalnya—yang pernah menjadi partai
unggul—dalam survei waktu itu hanya meraih dukungan 3% ketika enam bulan
menjelang pemilu. Sementara itu, Partai NasDem yang masih sekitar dua
tahun lagi menuju Pemilu 2014 sudah meraih 5,9%. Ini artinya, jika tren
kenaikan dukungan terhadap Partai NasDem bisa dipertahankan, bukan tak
mungkin partai pengusung Gerakan Perubahan dan Restorasi Indonesia ini
menjadi partai unggul pada Pemilu 2014.
*Lampung Post, 19 April 2012
**Peneliti Bidang Politik Lembaga Pengembangan Studi
dan Informasi (LPSI) Jakarta
0 komentar:
Posting Komentar