Jumat, 19 Agustus 2011

Pemimpin Peradaban

Kanjeng Nabi Muhammad Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam adalah pionir peradaban paling sukses sepanjang sejarah ummat manusia. Di zaman akhir ini, kiranya tak ada peradaban yang tak diwarnai ajaran beliau. Politeisme, misalnya, kini kurang laku. Yang terlanjur punya banyak aktor tuhan dalam kanunnya lantas menafsirkan ulang kanun itu dengan berbagai alur falsafah yang mengarah pada ke-tuhan-esa-an. Demikian pula tak ada lagi yang menganggap ras atau jender sebagai dasar pembedaan derajat manusia, kecuali segelintir golongan kurang waras seperti neo-nazi dan Yahudi kuper. Ngaku-nggak-ngaku, dalam skala sejarah peradaban, pemicu berkembangnya nilai-nilai mulia itu dalam peri hidup ummat manusia secara keseluruhan adalah dakwah Kanjeng Nabi MuhammadShallallaahu ‘Alaihi Wasallam.

Selain bimbingan wahyu, penentu sukses beliau –Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam—adalah posisi moral beliau sendiri sebagai pribadi. Beliau –Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam—menetapi otoritas moral absolut pada setiap huruf yang beliau wedharkan. Mengapa? Karena, apa pun yang beliau perintah atau anjurkan, beliau sendiri –Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam—telah mengamalkannya dengan sempurna. Apa pun yang beliau larang, beliau sendiri –Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam—telah total menahan diri darinya. Rumus dasar dakwah beliau adalah: “Lakukan seperti yang kulakukan!”: “Sholluu kamaa roaitumuunii ushollii”, sholatlah kalian seperti kalian melihat (cara)-ku sholat; “Khudzuu ‘annii manaasikakum”, ambillah (contoh) dariku tata cara ibadah (haji) kalian; dan seterusnya.

Dalam skala yang jauh lebih kecil, Nahdlatul Ulama boleh dikata telah berhasil pula mapan sebagai “peradaban” tersendiri. Keyakinan akan doa dan wasilah orang-orang sholih untuk segala urusan, penghormatan terhadap orang‘alim, memelihara ikatan batin kepada mereka yang telah wafat, adalah elemen-lemen ajaran yang telah menyublim menjadi naluri keberagamaan mayoritas kaum muslimin di Indonesia.

Sebagaimana diketahui, jam’iyyah ini didirikan dan diimami oleh Hadlaratusysyaikh Muhammad Hasyim Asy’ariradliyallaahu ‘anh. Beliau adalah murid dari Hadlaratusysyaikh Muhammad Kholil Bangkalan radliyallaahu ‘anh.Kepada Sang Guru itulah beliau memohon ijin sebelum mendirikan jam’iyyah kita ini. Boleh dikata, Mbah Hasyim adalah pompa air, sedangkan Syaikhona Kholil sumurnya.

“Telah datang seseorang dengan membawa anaknya kepada Syaikhona Kholil Bangkalan rodliyallaahu ‘anh kemudian mengeluhkan kelainan anaknya yang gemar makan gula secara berlebihan hingga menghabiskan berkilo-kilo dari gula itu tiap harinya dan dia memohon nasihat dan barokah Syaikhona untuk anaknya itu. Maka kemudian Syaikhona ­– rodliyallaahu ‘anh—tidaklah serta-merta memenuhi hajat orang itu dan sesungguhnyalah beliau berkata kepada orang itu akan hendaknya pulanglah keduanya (terlebih dahulu) agar supaya keduanya kembali lagi satu pekan kemudian. Maka kedua orang (anak-beranak) itu (pulang terlebih dahulu kemudian) kembali kepada Syaikhona setelah satu pekan. Maka Syaikhona berkata kepada si anak: “Wahai Anak, janganlah engkau suka makan gula”. Maka dengan izin Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa sejak saat itu menjauhilah anak itu akan gula. Maka orang itu heran akan mengapa untuk jawaban sederhana itu harus menunggu selama satu pekan. Maka ditanyalah Syaikhona rodliyallaahu ‘anhtentang hal itu, maka beliau berkata: “Sesungguhnya adalah diriku (sebelumnya) banyak makan gula maka aku berhenti (makan banyak gula) sebelum satu pekan itu” – rowaahu Nur Hasyim S. Anam .

Dewasa ini ada begitu banyak pendakwah agama yang diminati orang ramai, tapi kita toh bertanya-tanya sejauh mana dakwah gencar itu meninggalkan jejak pada akhlaq masyarakat. Barangkali karena nyaris tak kita temui lagi pendakwah seperti Syaikhona Muhammad Kholil Bangkalan radliyallaahu ‘anh yang teguh memegangi rumus dakwah Kangjeng Nabi MuhammadShallallaahu ‘Alaihi Wasallam.

Sebaliknya, kegetolan untuk mengejar kekayaan dengan segala cara tampaknya justru telah mapan menjadi “elemen peradaban” kita. Kalau dipikir-pikir, itu wajar saja. Tiga puluh dua tahun Soeharto telah mendakwahi kita dengan semangat itu. Dan, sebelum Soeharto menganjur-nganjurkan kita untuk berjuang meraih kekayaan, dia sudah kaya duluan!

Sumber



0 komentar:

Posting Komentar